Friday, September 18, 2015

Sinopsis Novel "Bumi Manusia" Karya Pramoedya Ananta Toer

Sinopsis Novel Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer
Roman ‘Bumi Manusia’ sesungguhnya roman sejarah yang menggambarkan  perlawanan. Perlawanan kaum pribumi terdidik terhadap penjajah, dan kaum pribumi sendiri yang mempunyai kekuasaan: para kaum priyai. Perlawanan tersebut ditunjukkan oleh tokoh perempuan, Nyai Ontosoroh yang didukung oleh tokoh utama, Mingke, pada beberapa peristiwa yang digambarkan dalam cerita, terutama terhadap suaminya sendiri yang notabene adalah seorang Belanda, pejabat VOC.

Mingke sendiri adalah anak seorang bupati, yang mendapat kesempatan  bersekolah di sekolah Belanda, sekolah HBS di Surabaya. Dengan pendidikan yang ia dapatkan, perilaku dan gaya berpikirnya pun ikut kebarat-baratan. Selain kepada suaminya, Nyai Ontosoro juga melawan orang tuanya, yang telah tega mempersembahkan dirinya kepada seorang pejabat VOC (suaminya) untuk menjadi gundik.


Dalam situasi tersebut, sang Nyai berlaku keras memutuskan tali silaturahmi dengan kedua orang tuanya. Ia tak mengakui lagi kedua orang tuanya. Sementara Mingke, juga diam-diam melawan tradisi Jawa yang ia anggap tidak memanusiakan manusia. Menciptakan kelas sosial, dan cenderung merendahkan martabat perempuan. Keduanya terlibat dalam sebuah perjuangan, setelah Mingke resmi menikah dengan  putri Nyai Ontosoroh, Annelies. Perjuangan mereka dimulai setelah suami Nyai Ontosoroh, Tuan Herman Mellema, meniggal dunia dalam kondisi mengenaskan di sebuah rumah bordir milik baba Ahong, yang juga adalah tetangga mereka sendiri. Insinyur Maurits Mellema yang merupakan anak Herman Mellema dengan isteri  pertamanya di Nederland tiba-tiba kembali menghantui keluarga Nyai Otosoroh.


Sebagai anak pertama dari isteri pertama, ia keberatan dan menggugat. Ia menginginkan semua harta benda ayahnya sebagai warisan yang hanya untuknya. Mauritus berkeras karena ia adalah anak sah tuan Mellema dari hubungan yang sah  pula. Bukan seperti kedua saudara tirinya, yang lahir dari hubungan suami isteri yang tiak sah menurut negara dan agama. Gugatan yang dilayangkan Mauritus melalui  pengadilan putih ketika itu bukan hanya berbuntut pada harta warisan, tapi juga menghendaki Annalies untuk dibawah ke Nederland. Perlawanan atas gugatan Mauritus tersebut disambut hangat oleh media cetak.


Sebagai seorang siswa HBS yang tulisannya sudah menghiasi halaman-halaman koran, Mingke menggunakan tulisan-tulisannya sebagai alat perjuangan, untuk mempropaganda. Dalam tulisan-tulisannya, Minke mencoba membangun opini publik  bahwa perjuangan mereka melawan Mauritus di pengadilan, bukan hanya perjuangan  perebutan harta gono-gini dalam sebuah keluarga, tapi juga adalah sebuah perlawanan atas kuasa bangsa penjajah. Perjuangan yang penuh suka cita itu tak berbuntut baik. Orang-orang yang bersimpati untuk membantu Nyai Ontosoroh dan Mingke tak mampu  berbuat banyak. Akhirnya, pengadilan putih memutuskan kemenangan Mauritus sebagai penggugat. Ia menguasai semua harta ayahnya dan membawa adik tirinya, Annalies ke Nederland. 

Sinopsis Novel Tarian Setan karya Saddam Hussein

Sinopsis Novel Tarian Setan karya Saddam Hussein
Novel Tarian Setan
Judulnya  Tarian Setan, ini novel keempat Saddam. Sejak 2001, penguasa 24 tahun Irak itu menerbitkan satu novel setiap tahun. Semua novel menyajikan gaya dan tema yang senapas: perseteruan tiga agama langit di Timur Tengah pada abad ke- 6. Tarian Setan secara khusus mengaitkan diri dengan peristiwa "Selasa Kelabu", 9 September 2001, ketika dua pesawat Boeing 737 ditabrakkan ke menara kembar World Trade Center di New York, Amerika Serikat.

Ada sosok Hasqil si tamak, licik, dan haus kekuasaan yang bersekongkol dengan kepala suku adikuasa Romawi. Ada penaklukan suku-suku dan pemerasan rakyat yang menghasilkan menara kembar, tempat menimbun harta hasil memeras rakyat. Ada tokoh Salim, simbol pemersatu suku-suku melawan persekongkolan adikuasa.

Ibrahim kemudian mengusir Hasqil karena anak itu tertangkap meraba payudara dan akan memperkosa anak seorang kepala suku . Hasqil digambarkan sebagai anak yang pandai berkelakar, suka berdebat, cerdik memikat hati orang. Berkat wataknya itu, ia berhasil menyusup ke pelbagai suku. Tapi, di balik sikap menyenangkan itu, Hasqil sebenarnya berhati culas.

Untuk menghidupi dirinya ia berdagang emas dan alat perang. Agar barangnya laku, Hasqil mengadu domba suku-suku supaya berperang. Siapa yang kalah ke sanalah ia akan merapat seraya tetap menjalin hubungan baik dengan suku yang menang. Petualangannya sampai di suku al-Mudtharrah yang sedang berselisih dengan suku al-Mukhtarah. Hasqil datang untuk mempercepat peperangan.

Al-Mudhtharrah kemudian kalah. Hasqil menghasut warga agar mengasingkan kepala suku yang tak becus memimpin perang. Dengan dukungan Romawi, Hasqil diangkat menjadi kepala suku al-Mudhtharrah yang baru. Ia bahkan meniduri istri kepala suku yang silau dengan kalung dan berlian.

Tapi, selalu ada perlawanan dari setiap pemakzulan. Lazzah, anak gadis kepala suku, yang sejak awal mencium niat jahat Hasqil segera menyusun kekuatan. Ia mendekati para pemuda, memberi kesadaran kepada perempuan, agar bangkit semangat perempuan sukunya. Dia mulai dari teman-teman dekatnya, anak-anak pamannya untuk melawan. Kemudian muncul tokoh Salim yang tampil memimpin pasukan. Pertempuran sengit pun tak bisa dielakkan. Kekuasaan Hasqil dan Romawi runtuh dengan terbakarnya menara yang diagungkan.

Antologi Cerpen "Guruku Idolaku"

Guruku Idolaku
                                                                                    

Aku bangun pukul 04.30 lalu membereskan tempat tidurku kemudian salat Subuh. Sehabis salat Subuh aku langsung pergi mandi dan memakai seragam sekolah, kemudian sarapan pagi. Sehabis sarapan aku membereskan piring-piring yang sudah aku pakai ke dapur lalu berpamitan dengan ayah dan ibu. “Assalamu Alaikum” Ucapku “Walaikum Salam” Sahut ayah dan ibu pula.

Tiba di sekolah aku menyapa guru-guru yang telah datang dengan semangat “Pagi, Pak! Pagi Bu!” Ucapku “Ya pagi!” Serentak mereka menjawab.

Setiap mata pelajaran di sekolahku diajarkan oleh seorang guru. Pelajaran Matematika diajarkan oleh Ibu Faridah, Ibu Fatma, dan Ibu Nurismiyanti. Pelajaran Bahasa Indonesia oleh Pak Razak dan Pak Hasan. Bahasa Inggris oleh Pak Mahruddin, Ibu Wahyuni, dan Ibu Zakiyah. Pelajaran Agama Islam oleh Ibu St. Halimah. dan sebagainya.

Pelajaran yang paling aku sukai adalah bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Ada juga guru yang aku idolakan, yaitu Ibu Fatma dan Pak Razak. Ibu Fatma orangnya baik, tegas, cantik, dan cara mengajarnya jelas, bisa aku mengerti dengan baik. Pak Razak orangnya baik, murah senyum, dan tegas mengambil keputusan. Aku menyukai guru-guru itu dari sifat-sifatnya yang baik. Guru-guru di sekolah ini mempunyai beberapa karakter. Ada yang galak tapi cukup tegas. Ada yang galak sekali. Ada yang tidak galak tapi cukup tegas. Bahkan ada juga yang baik sekali. Ada guru yang suka melucu pada saat pelajaran berlangsung. Ada yang suka bercerita, ada yang suka mendiktekan pelajaran. Ada yang suka menyuruh siswa mengerjakan soal di papan tulis. Ada yang suka menyuruh siswanya membuat kelompok untuk berdiskusi, dan ada juga yang mengetes satu persatu siswanya ke depan kelas, dan ada juga..... yang kalu mengajar membuat kita mengantuk. Eittt! Jangan salah, loh. Meski para guru kita beragam, aku tetap hormat dan sayang sam mereka. Soalnya mereka semua sangat berjasa buat kita semua, para siswanya. Coba bayangkan setiap hari mereka datang dari pagi sampai siang bahkan sampai sore hari cuma untuk menyampaikan sekian banyak ilmu buat kita. Mereka tak henti-hentinya berbicara di depan kelas selama berjam-jam dari satu kelas ke kelas lain hanya untuk masa depan muridnya. Belum lagi kalau musim ulangan atau ujian tiba. Mereka harus menyiapkan soal-soal dan memeriksa hasilnya. Mereka juga seringkali harus menyelesaikan berbagai masalah ketika menghadapai para siswa.

Aku mempunyai teman bernama Azizah dan Nanang. Dia orangnya sangat baik. Dia orangnya sangat baik dan pengertian. Ada juga temanku yang nakalnya minta ampun, namanya Aris dan Fadil, mereka sering membuat kekacauan seperti berteriak di dalam kelas, main bola di dalam kelas dan selalu memalak teman-temanku. Eittt! bel sudah berbunyi itu tanda aku harus masuk kelas. Aku lalu duduk di bangku. Ketua kelas sudah datang dia menyiapkan dan membaca doa, lalu mengucapkan salam kepada Ibu Guru. Saat itu di kelasku, kelas VII3 sedang berlangsung pelajaran fisika, Bu Fatma gurunya. Kalau temanku Aris mulai bertingka dan mengganggu teman, misalnya Nisa, Bu Fatma menyuruhnya keluar dari ruangan kelas. Bu Fatma sedang menuliskan rumus fisika tentang Reaksi Penggabungan. Aku dan teman-teman sangat memperhatikan rumus yang ditulis Bu Fatma di papan tulis. Beberapa menit berlalu, temanku Nur, pingsan di kelas. Aku, Uga, dan Muntaha menolongnya. Kami membawanya ke ruang UKS untuk di rawat oleh petugas UKS.

Aku dan teman-temanku kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran. Fatimah, teman sebangkuku, malah main HP diam-diam. HP itu dimasukkan ke dalam laci mejanya supaya tidak terlihat Bu Fatma. Aku kesal banget. “Fat, main HP-nya nanti saja.” Bisikku pada Fatimah. Fatimah hanya mengerutkan kedua dahinya sambil melirik marah kepadaku. “Peduli amat.” Ia lalu memainkan HP-nya. “Nanti kamu ketinggalan, lho, rugi sendiri.” Ujarku dengan nada suara serendah mungkin. Agar aku tak ketahuan Bu Fatma pada saat dia mengajar. “Ah, gampang. Aku nanti tinggal membaca buku paketmu, selesai kan urusannya?” Jawab Fatimah ketus. Aku tambah kesal. “Memang kita bisa membaca buku paket di rumah, tapi kalau guru sedang menerangkan pelajaran seringkali ada informasi-informasi tambahan yang tidak ada dalam buku paket.” kataku setengah berbisik. Fatimah  hanya menundukkan kepala. Aku tak mengerti apa dia mau menerima nasehatku atau tidak. Bu Fatma tiba-tiba berhenti menerangkan, kukira dia mendengar pembicaraanku tadi. “Ada yang mau bertanya?” Kalau ada Ibu berikan kesempatan sekarang!” Aku mengacungkan tangan. “ Aku Bu, kataku bersemangat!” “Oh,..silakan Nurul!” Setelah Bu Fatma memberiku kesempatan untuk bertanya, aku pun tidak menyia-nyiakan. Aku menanyakan maksud ‘tanda tambah’ (+) dan ‘tanda panah’ (>). “Tanda tambah artinya direaksikan, sedangkan tanda panah artinya menghasilkan.” Bu Fatma menjelaskan maksud tanda panah dan tanda tambah yang aku tidak pahami. “Terima kasih, Bu” Jawabku. Kulihat Fatimah juga mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku tidak tahu apa dia juga sudah memahami penjelasan Bu Fatma.

Ketika jam pelajaran berakhir, aku menegur Fatimah. “Fat, manfaatkanlah waktumu yang ada untuk belajar.” Pintaku kepada temanku Fatimah. Fatimah merasa malu dengan kata-kata yang baru saja kuucapkan. “Kita harus menghargai guru yang sudah bersusah payah menerangkan pelajaran kepada kita semua. “Kring, kring, kring!” Bel berbunyi tanda waktu istirahat. Aku dan teman-teman bermain di lapangan. Aku, Ugah, Ainun, dan Azizah bermain batu bekel sedang anak laki-lakinya bermain gasing. Memang teman-temanku yang laki-laki menyukai permainan tradisional. “Adu, perutku sudah keroncongan.” kataku kepada teman-temanku. Aku ingin makan somai dan tahu isi di kanting sekolahku. Sesudah makan somai dan tahu isi akupun membayarnya lalu buru-buru kembali ke kelas. Tiba-tiba Samin datang dan minta tolong padaku. “Ada apa Min?” tanyaku. “Ini tugas-tugas kelompok pelajaran bahasa Indonesia yang tadi dikumpulkan, harus cepat-cepat serahkan kepada Pak Razak, tolong kamu bawakan ke kantor ya?” kata Samin setengah terburu-buru. “Aku harus mengerjakan yang lain, ke koperasi sekolah buat mengkopi tugas matematika yang diberikan Bu Paridah.” Aku mengambil alih tumpukan tugas hasil kerja kelompok. Lumayan berat juga. Beberapa meter sebelum kantor guru aku kesandung, lalu jatuh. Semua buku yang kubawa terjatuh berantakan, untung Pak Razak datang dan langsung menolongku. “Kalau jalan lihat ke bawah, jangan lihat ke samping!” Aku jadi malu mendengar kata-kata Pak Razak. Mungkin dia memperhatikanku dari tadi.


Bel telah berbunyi aku cepat-cepat lari ke kelas karena mata pelajaran matematika, Bu Paridah telah datang dan duduk di kursinya. Kami diberi tugas kelompok yang difotokopi Syamin tadi pagi. Kami pun mulai mengerjakannya, tetapi temanku Alfrida tidak bekerja karena pulpennya hilang pada saat bermain aku kasihan melihatnya. Aku pun meminjamkan pulpenku kepada Alfrida dan dia pun mulai mengerjakan tugasnya. Waktu hampir habis, Bu Paridah menyuruh kami untuk memeriksa kembali jawaban yang kami tulis. Ibu Paridah mengumpul lembar jawaban setelah bel pulang sekolah berbunyi. Aku pulang sendirian hari ini karena teman-temanku dijemput orang tuanya. Aku juga ingin seperti mereka yang selalu dijemput oleh ibu atau ayahnya, “tetapi ibu dan ayahku sibuk bekerja dan aku tidak ingin merepotkannya.” kataku dalam hati.